Bulan 12 tanggal 31 aku kehilangan dirinya. Dia meninggalkanku begitu saja, sungguh tidak dapat kupercaya akan kepergiannya. Untuk pertama kalinya aku merasakan kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang tidak terganti, hanya dia satu-satunya. Kepedihan terasa begitu nyata, ini bukanlah mimpi. Dia benar-benar meninggalkanku untuk selamanya.
Aku tidak dapat menahan air mata ketika memikirkannya, momen-momen ketika bersama selalu terbayang dikepala. Aku selalu bertanya kenapa ? kenapa dia meninggalkanku, aku tidak rela membiarkan dirinya pergi menjauh dariku. Diriku merasa menyesal karena tidak dapat melakukan sesuatu untuknya, setelah kepergiannya aku selalu mengandaikan jika saat itu aku lebih memanjakannya, lebih menyayanginya mungkin aku tidak akan menyesal dan bersedih seperti sekarang ini. Hati yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa dirinya telah pergi membuat diriku tidak terpuruk.
Minggu ini, aku sendirian lagi. Duduk seorang diri di teras rumahku. Hari belum begitu larut. Baru sekitar jam tujuh. Tapi suasana sungguh sepi. Atau hatiku yang sedang sepi, pikirku. Mataku menerawang ke angkasa. Menatap indahnya langit di saat itu. Langit tampak begitu indah. Tapi mengapa aku tak dapat menikmati indahnya langit ini. Karena aku seorang diri. Mengapa aku harus sendiri! Mengapa ? Apakah ini sudah takdir untuk diriku ? Hehhh, entah sudah helaan yang ke berapa. Rasanya sudah ribuan kali aku menghela nafas. Pikiranku kacau, aku Tidak bisa merasakan ketenangan di hatiku.
Aku berjalan keluar. Dengan berjalan-jalan semoga pikiranku dapat tenang. Hujan turun rintik-rintik seakan ikut merasakan kepedihan hatiku. Dan itu malah menambah kepedihan hatiku. Mataku terasa panas. Tidak kuasa aku menahan air mata membasahi pipiku.
Aku memandang sekeliling, tak ada yang memperhatikanku. Ramai orang lalu lalang di jalan. Semua berpasangan, mereka tampak bahagia, bagaimana dengan diriku? Aku mengusap rambutku yang menutupi wajahku, mencoba untuk tegar. Berjalan di rintik-rintik hujan. Sambil memandang ke depan.
Di ujung jalan ada warung tempat aku biasa nongkrong saat sedang ada masalah. Tak ada salahnya, pikirku. Aku masuk ke dalam. Aku mengambil tempat duduk di pojok. Tanpa memesan apapun aku termenung begitu saja,Ibu pemilik warung menyadari keberadaanku dan suasana hatiku yang sedang terpuruk.Dia memberi segelas minuman untuk menyemangatiku.
Tiba-tiba pundakku ditepuk seseorang. Aku menoleh, rupanya sahabatku. Sudahlah Sur, kamu harus bisa merelakan kepergiannya, katanya dengan maksud menghibur. Kemudian dia duduk di sebelahku. Ingat pepatah cina, katanya, "jangan sendirian karena kamu akan kesepian, dua orang jangan berjudi karena salah satu terpaksa memakan uang yang lain, tiga orang jangan berdebat karena seorang tak tahu harus memihak kepada siapa", jadi mari saya temani kamu.
Hehhh, dia selalu ada saat saya sedang sedih. Tak tahu apa dia memperhatikan saya atau ini semua cuma kebetulan. Tapi dia memang selalu ada disaat diperlukan. .... Tak ada yang kekal di dunia ini, katanya. Semua pasti akan selalu datang dan pergi. Inilah fenomena kehidupan. Kamu pun sudah tahu itu. Bukankah seharusnya kamu yang lebih tahu dharma daripada aku ? Mengapa kamu tak dapat merelakan kepergiannya ? Inilah kehidupan.
Dan pembicaraan pun berlanjut ke hal-hal lain. Sepertinya dia berusaha membuatku lupa pada masalahku ini. Dia mencoba mengalihkan pikiranku, tapi entah aku terlalu pintar, atau dia yang terlalu bodoh, sehingga pikiranku sama sekali tidak beralih, masih pada topik semula dan aku masih saja sedih. Sampai saat pulang, dia mengatakan kepadaku, "jangan lupa nasehat-nasehatku". Dan kami pun berpisah di situ.
Saya berjalan pulang, hujan sudah reda, seperti kesedihan hatiku yang mulai reda. Ternyata cukup manjur juga nongkrong di warung ujung jalan ini. Tapi saat memasuki rumah, kembali aku teringat dimana saat dia menyambutku, betapa cerianya wajahnya setiap aku pulang.
Hehh, pintu depan terbuka, sedetik kemudian muncul wajah yang sudah sangat saya kenal. Wajah mama tercinta. "Masih memikirkannya ? Sudahlah Sur, terimalah kenyataan ini. Kenyataan bahwa hidup adalah dukkha. Semakin kamu terikat kepadanya, semakin pedih hatimu disaat kehilangan dirinya. Sudah saatnya kamu melupakannya.
Seperti ajaran Buddha Gotama, empat kebenaran mulia, kebenaran mulia tentang dukkha, kebenaran mulia tentang sumber dukkha, kebenaran mulia tentang berakhirnya dukkha, dan kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya dukkha. Dengan adanya keterikatan, maka kamu tidak akan pernah dapat lepas dari dukkha.
Bla bla bla ... Mama memang seorang buddhist yang taat, dan dapat dibilang fanatik. Sudahlah, sudah malam, besok harus bangun pagi, kan mau ke vihara, kata mama. Tidur sana. Saya pun masuk ke dalam kamar saya. Kuputar lagu sebelum tidur, sambil berbaring di ranjang.
Sesaat kemudian saya membuka kembali album foto saya bersamanya, teringat kembali kenang-kenangan ketika bersamanya. Lagi-lagi saya tak dapat tidur, melihat album foto ini, teringat lagi saat-saat bersamanya. Saat kami main bersama, saat kutatap wajahnya yang polos disaat tidur, saat ku dengar napasnya yang halus. Aku tak ingin kehilangan momen tersebut. Tidak ingin ku lupakan, aku ingin seperti saat itu selamanya. Membayangkan saat-saat bersamanya, air mataku membasahi pipi. Tidak dapat ku bayangkan ternyata kehilang sesuatu yang berharga ternyata sangat menyakitkan. Sambil mengangis aku membayangkan dirinya yang manis ketika tertawa dan .... Akhirnya aku tertidur juga.....
KRIINNGGG !!! Jam-ku ribut membangunkanku. Kubuka mataku, silau mentari pagi masuk lewat celah-celah kain gorden kamarku. Kulihat jam di dinding, tepat jam tujuh pagi. Aku langsung bangun. Uhh, mataku membengkak akibat dari menangis seharian. Kemudian aku ke kamar mandi, waktu lewat di ruang makan, semua sudah menungguku sarapan. Maka aku pun bergegas. Saya lahap sarapan dalam sekejap, kemudian saya pergi bersama adik saya ke vihara.
Sampai di vihara, kami memasuki ruang kebaktian. Tempat itu terasa suci, dan suasananya menenangkan hatiku. Setelah namaskara, pembacaan paritta dimulai. Sampai pada saat khotbah dari bhante. Ternyata bhante favoritku. Aku langsung menyimak yang dikatakannya. .(mencari segenggam biji lada dari keluarga yang saudaranya belum pernah meninggal).....Saat itu, saya langsung sadar, untuk apa kesedihanku selama ini ??? Untuk apa pekerjaanku terbengkalai, untuk apa itu semua!!! Tiba-tiba saya berpikir,... ya saya harus!!
Saya namaskara tiga kali, kemudian langsung keluar, kutinggalkan adikku di vihara, di dalam pikiranku cuma satu, saya bertekad harus merelakan kepergiannya. Meskipun dirinya telah meninggalkanku, namun kenangan yang ditinggalkanya selamanya akan berada dihatiku. Meskipun hatiku masih tidak rela tapi aku harus menghadapi kenyataan bahwa dia telah tiada.
Kemudian saya bawa trooper saya ke pemakamannya. Sampai di sana, saya berlutut, dan berdoa, "Ryoma, anjingku yang lucu, saya sekarang sudah sadar, bahwa saya harus merelakan kepergianmu, kenangan manis bersamamu akan saya kenang selalu, semoga kamu terlahir di alam yang lebih baik". Tiba-tiba perasaan hatiku tenang, sangat tenang. Dan untuk pertama kalinya saya merasa lega sejak kepergiannya, sambil memandang langit saya meneriakin “ Selamat Tinggal Ryoma tercinta”.
0 comments:
Post a Comment